27 Januari 2013

GINKO, A Novel by Jun'ichi Watanabe


"A woman should be able to protect herself."
(Ginko, Beyond The Blossoming Fields ; Jun'ichi Watanabe) 

---


---
Novel pertama yang saya baca di tahun 2013 ini :)

GINKO karya Jun'ichi Watanabe ini aslinya berjudul Hanauzumi, kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dengan judul Beyond The Blossoming Fields. Saya menemukan novel ini secara kebetulan dalam kolom referensi di salah satu surat kabar nasional. Yang membuat saya tertarik dengan buku ini adalah ketika saya menemukan kata 'dokter' pada deskripsinya. Kebetulan juga akhir-akhir ini saya emang lagi nyari-nyari novel yang berbau kedokteran. Kemudian pada suatu hari tibalah saatnya untuk bertandang ke toko buku dan tadaaa~ bukunya ada! Kalo disekitar saya gak rame mungkin saya bakalan langsung loncat kegirangan XD

Seperti yang tertera pada cover depannya, buku ini memang menceritakan kisah perjuangan seorang dokter perempuan pertama di Jepang, Ginko Ogino. Dimana pada masa itu perempuan yang mengenyam pendidikan adalah suatu hal yang tabu. Menurut pandangan orang-orang dimasa itu tugas perempuan hanyalah untuk melahirkan, mengurus anak, suami, dan rumah tangga. Namun seorang Ginko, yang memiliki nama asli Gin Ogino memiliki pandangan yang  berbeda.

Walaupun saya agak kecewa pada endingnya, tapi overall, menurut saya ini adalah buku yang menginspirasi, khususnya bagi mereka yang sedang mempelajari ilmu kedokteran, khususnya lagi untuk perempuan. Walaupun buku ini adalah tipe buku biografi, namun buku ini dikemas dalam bentuk fiksi sehingga tidak terasa membosankan saat membacanya

---
Di bawah ini adalah bagian yang menjadi favorit saya dalam buku ini :

Ketika itu malam hari dan beberapa orang pasien yang masih menunggu di ruang tunggu berlarian ke dalam ruang periksa, meninggalkan Ginko berhadapan dengan tamu yang tak diundang itu. Para perawat dan pelayan juga berkerumun di ruang sebelah, menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Apakah kamu Ketua Organisasi Perempuan itu, atau apalah namanya itu?"

"Bukan. Aku Kepala Bidang Tata Krama dan Moral."

"Nekat sekali kau. Kau orang yang berbicara tentang pelarangan minum dan membebaskan perempuan, bukan? Tolol sekali! Kuharap kau tahu apa yang akan kaualami karena menyembunyikan perempuan itu." Salah seorang dari laki-laki itu melangkah masuk, masih mengenakan sandal kotornya, menapaki lantai klinik. "Kalau kau tidak mau membawanya ke luar, kami akan masuk dan mencarinya sendiri."

"Ini rumahhku. Jika kalian masuk tanpa izinku, kalian tanggung sendiri akibatnya." Ginko berlutut di lantai sambil mendelik kepada ketiga laki-laki itu. Dia terbiasa menghadapi laki-laki yang tidak sopan terhadap perempuan, berkat bertahun-tahun bersekolah di Fakultas Kedokteran Kojuin sehingga dia tidak akan menyerah. Namun, kali ini, dia berhadapan dengan penjahat yang tidak menghormati kehidupan.

"Kau ingin menghancurkan usaha kami ya?"

"Tentu saja!"

"Kami membelinya. Perempuan itu milik kami. Tampaknya kau tidak mengerti artinya."

"Usaha yang kalian jalankan itu salah. Tidak ada bisnis yang halal kalau menyangkut perdagangan perempuan."

"Bisnis kami adalah bisnis tertua! Itu tidak melanggar hukum."

"Sejak zaman Edo, membeli dan menjual manusia dianggap melanggar hukum."

"Kami dapat membuktikan perempuan itu milik kami."

"Sejak tahun 1872 menjual gadis untuk dipekerjakan di rumah bordil dianggap melanggar hukum."

Laki-laki itu bukan tandingan Ginko dalam berdebat. "Kalau kau tidak mau menyerahkan  perempuan itu, kami akan merisak tempat ini sambil mencarinya!"

"Silakan, coba saja." Ginko mempertaruhkan hidupnya. Dia terus menatap ketiga laki-laki itu. Para pasiennya, yang tahu bahwa mereka tidak akan diperiksa hari itu, meloloskan  diri lewat pintu belakang. Setelah mereka tiba di luar, mereka mengatakan kepada orang-orang bahwa ada pertengkaran di Klinik Ogino. Para tetangga yang  berdatangan untuk melihat keributan itu berkerumun di pintu gerbang ddepan. Dengan adanya begitu banyak saksi, para penjahat itu merasa tidak diuntungkan.

"Bawa perempuaan itu ke sini!" Mereka berteriak, tetapi Ginko tidak bergerak. Ketiga laki-laki itu tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang dokter, tokoh masyarakat, dan mereka tidak mau berursan dengan polisi. Jelas mereka telah diberi tahu untuk tidak melakukan lebih dari mengancam Ginko, tetapi Ginko tidak takut.  "Cepatlah! Keluarkan dia!" Mereka kehabisan kesabaran. "Kami akan patahkan kaki dan tulangmu," salah satu dari mereka menggeram, dan bergerak melangkah masuk ke klinik.

"Aku lebih ahli dalam memotong lengan dan tungkai daripada kalian," sahut Ginko dengan tenang.

Mereka bertiga saling mengerling dengan gelisah. Dokter perempuan itu mulai membuat mereka takut, sementara kerumunan orang di luar menjadi semakin banyak setiap menitnya. Jika mereka terlalu lama di sana sangat tidak menguntungkan  bagi mereka. "Lain kali kami akan lebih keras terhadapmu!" ancam mereka. Lalu mereka meludah di lantai dengan berang dan lari ke luar.

[GINKO by Jun'ichi Watanabe]

----
p.s : Kata-kata yang saya bold itu juga menjadi line favorit saya XD
5 - j o u r n e y -: GINKO, A Novel by Jun'ichi Watanabe "A woman should be able to protect herself." (Ginko, Beyond The Blossoming Fields ; Jun'ichi Watanabe)  --- --...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >